MAKALAH
Ideologi Pancasila
O L E H :
NAMA : NI WAYAN EPY NURYANTI
KELAS : X.4
SMA
NEGERI 1 LADONGI
TAHUN
PELAJARAN 2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas rahmat dan petunjuk-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pancasila Sebagai Ideologi
Nasional ” ini tepat waktunya.
Pada kesempatan
ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada Teman dan Dosen Pembimbing kami
yang telah banyak memberi bimbingan serta masukan demi terselesainya makalah
ini.
Dan kami menyadari
bahwa makalah yang saya susun masih ada kekurangannya dan jauh dari kata
sempurna, olehnya itu saya mengharapakan saran dan kritik yang sifatnya
membangun dari pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah ini selanjutnya.
Ladongi, Oktober 2013
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar ................................................................................................................. i
Daftar
Isi........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2
Rumusan Masalah............................................................................................ 1
1.3
Tujuan Penulisan ............................................................................................ 1
1.4
Manfaat .......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Ideologi ........................................................................................ 2
2.2
Kekuatan Ideologi ......................................................................................... 3
2.3
Perbandingan Pancasila
dan Ideologi Lain ................................................... 4
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 12
3.2 Saran................................................................................................................ 12
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila merupakan
pedoman hidup rakyat Indonesia. Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara
Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil
perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana
ideologi-ideologi lain di dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai
adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam
pandangan hidup masyarakat Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Ideologi?
2. Bagaimana kekuatan
ideologi?
3. Bagaimana
perbandingan Pancasila dan ideologi lain?
1. Untuk mengetahui
pengertian ideologi.
2. Untuk mengetahui
kekuatan ideologi.
3. Untuk mengetahui
perbandingan Pancasila dan ideologi lain.
1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui
pengertian ideologi.
2. Dapat mengetahui
kekuatan ideologi.
3. Dapat mengetahui perbandingan
Pancasila dan ideologi lain.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ideologi
Istilah ideologi
berasal dari kata idea dan logos. Idea berarti gagasan, konsep,
pengertian dasar, ide-ide dasar, cita-cita. Kata idea berasal dari bahasa
Yunani, eidos yang berarti bentuk atau idein yang berarti
melihat. Idea dapat diartikan sebagai cita-cita, yaitu cita-cita yang
bersifat tetap dan akan dicapai dalam kehidupan nyata. Dengan demikian,
cita-cita ini pada hakikatnya merupakan dasar, pandangan, atau faham yang
diyakini kebenarannya. Sedangkan logos berarti ilmu. Secara harfiah,
ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the sciene of ideas),
atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar.
Istilah “ideologi” pertama kali dilontarkan oleh seorang
filsuf Perancis, Antoine Destutt de Tracy pada tahun 1796 sewaktu
Revolusi Perancis tengah menggelora (Christenson, et.al., 1971: 3). Tracy
menggunakan istilah ideologi guna menyebut suatu studi tentang asal mula, hakikat,
dan perkembangan ide-ide manusia, atau yang sudah dikenal sebagai “Science of
Ideas”. Gagasan ini diharapkan dapat membawa perubahan institusional dalam
masyarakat Perancis. Namun, Napoleon mencemoohnya sebagai suatu khayalan yang
tidak memiliki nilai praktis. Pemikiran Tracy ini sebenarnya mirip dengan
impian Leibnitz yang disebut one great system truth (Pranarka, 1987).
Pokok-pokok pikiran yang perlu dikemukakan mengenai ideologi
adalah sebagai berikut:
- Bahwa ideologi merupakan sistem pemikiran yang erat kaitannya dengan perilaku manusia. Kecuali itu, ideologi merupakan serangkaian pemikiran yang berkaitan dengan tertib sosial dan politik yang ada dan berupaya untuk merubah atau mempertahankan tertib sosial dan politik yang bersangkutan.
- Bahwa ideologi, disamping mengemukakan program juga menyertakan strategi guna merealisasikannya.
- Bahwa ideologi dapat dipandang sebagai serangkaian pemikiran yang dapat mempersatukan manusia, kelompok, atau masyarakat, yang selanjutnya diarahkan pada terwujudnya partisipasi secara efektif dalam kehidupan sosial politik.
- Bahwa yang bisa merubah suatu pemikiran menjadi ideologi adalah fungsi pemikiran itu dalam berbagai lembaga politik dan kemasya-rakatan.
2.1 Kekuatan Ideologi
Setiap bangsa memerlukan ideologi dalam setiap
aspek kehupan bernegara. Oleh karenanya, ideologi sangat menentukan keberadaan
suatu bangsa dan negara. Kekuatan ideologi tergantung kepada kualitas tiga
dimensi yang terdapat dalam ideologi tersebut, yaitu sebagai berikut:
a.
Dimensi Realita
Nilai-nilai
dasar yang terkandung dalarn ideologi tersebut secara riil hidup di dalam dan
bersumber dari budaya dan pengalaman sejarah masyarakat atau bangsanya.
b.
Dimensi Idealisme
Nilai-nilai
dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberikan harapan masa depan
yang lebih baik melalui pengalaman di dalam praktik kebidupan sehari-hari
secara bersama-sama.
c.
Dimensi Fleksibllitas
(Pengembangan)
Ideologi
tersebut mempunyai keluwesan yang merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran
baru yang relevan dengan ideologi yang bersangkutan tanpa menghilangkan atau
mengingkari jati diri yang tenkandung pada nilai-niai dasar tersebut.
2.3 Perbandingan Pancasila dan
Ideologi Lain
Kajian ideologi
terasa kurang lengkap tanpa mengkaji ideologi-ideologi besar yang berpengaruh
di dunia. Oleh karena itu pada bagian ini akan disajikan uraian singkat tentang
beberapa perbandingan ideologi tersebut.
1. Liberalisme
Liberalisme sebagai
salah satu filsafat politik dan ideologi besar di dunia memiliki hubungan yang
erat dengan persoalan diatas. Edmun Burke mengemukakan bahwa liberalisme
berhubungan dengan masalah apa yang seharusnya dilakukan oleh negara melalui
kebijaksanaan umum, dan yang seharusnya tidak dilakukan negara untuk memberikan
kebebasan kepada rakyatnya. Pada awal pertumbuhannya, liberalisme sering
dikonotasikan dengan kebebasan individu dalam setiap aspek kehidupan. Inilah
arti pentingnya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia sehingga memungkinkan
setiap orang dapat mengembangkan potensinya.
Liberalisme memiliki
pandangan tersendiri terhadap hak dan kebebasab warganegara. Ia mendukung
pengakuan hak-hak asasi manusia sepanjang tidak mengganggu hak-hak orang lain.
Pandangan ini pada dasarnya sama dengan yang dikembangkan bangsa
Indonesia melalui ideologi pancasila. Dengan demikian, negara paling tidak
harus memberikan jaminan kepada setiap warganegaranya untuk memilih dan
menentukan agama dan kepercayaannya sendiri, berbicara dan mengemukakan pikiran
secara bebas, dan untuk bekerja secara bebas sesuai dengan kemauan dan
kemampuannya tanpa campur tangan dari pemerintah.
Sebagai sebuah
ideologi, liberalisme mengembangkan suatu prinsip yang sangat mendasar
sifatnya, seperti: (1) pengakuan terhadap hak-hak asasi kewarganegaraan, (2)
memungkinkan tegaknya tertib masyarakat dan negara atas supermasi hukum, (3)
memungkinkan lahirnya pemerintahan yang demokratis, dan (4) penolakan terhadap
pemerintahan totaliter.
Prinsip-prinsip
tersebut kemudian diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam
bidang politik, ideologi liberal sangat menekankan pada peranan masing-masing
individu. Karena pentingnya kedudukan individu, pernah berkembang negara hukum
yang bertujuan melindungi individu dari gangguan individu lain. Perkembangan
bidang ekoomi juga ditandai dengan persaingan yang kuat karena masing-masing
individu merasa memilki hak untuk mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan dan
kekuatannya. Namun, dalam perkembangan selanjutnya kebebasan ini telah
melahirkan sikap imperealistis dan membawa dampak yang kurang menguntungkan
bagi kelompok masyarakat lain. Pendek kata, yang kuat semakin kuat dan yang
lemah semakin terpuruk. Akhirnya, lahirlah kelas-kelas sosial yang pada
dasarnya tidak sesuai dengan prinsip liberalisme.
2. Komunisme
Menurut teori
aslinya, yaitu teori marx, sosialisme dan komunisme tidak akan mungkin bisa
muncul di negara-negara yang tingkat perkembangan ekonominya belum begitu maju.
Selain itu, Marx mengatakan bahwa sistem feodal harus digantikan oleh sistem
kapitalis yang ditimbulkan oleh industrialisasi. Dalam pandangan Marx, sistem
kapitalis tersebut bisa mempersiapkan kerangka landasan untuk datangnya
sosialisme dengan melalui dua cara: (1) kapitalisme memberikan kemungkinan
menigkatnya produksi melalui industrialisasi,dan (2) kapitalisme dapat melahirkan
kelas baru, yaitu kelas proletar atau buruh.
Sistem kapitalis itu
sendiri, bisa saja dipimpin oleh kelas borjuis dengan satu catatan bahwa kelas
proletar semakin besar jumlahnya. Akhir dari kondisi ini akan melahirkan
kekuatan kelas proletar guna menjatuhkan atau menggantikan kelas borjuis.
Dengan demikian, kelas proletar bisa mewarisi ekonomi yang maju dari praktek
kapitalisme. Dengan asumsi bahwa kelas proletar tersebut akan menggunakan
produksi yang tinggi untuk kepentingan mayoritas kelas proletar dan bukan demi
kepentingan minoritas kelas borjuis.
Partai komunis
terdiri dari segolongan kecil orang yang revolusioner dan sangat berdisiplin.
Sehubungan dengan ini, lenin mengatakan bahwa kualitas lebih penting ketimbang
kuatintas. Bahkan, untuk ini partai komunis disebutnya sebagai “ vanguard” atau
pelopor kelas proletar. Menurut Lenin pula orang bisa sering menginsyafi
kepentingannya sendiri. Mereka mirip tubuh tanpa kepala. Untuk ini partai
komunis sebagai kepala dari tubuh kelas proletar. Dalam pandangannya,
anggota-anggota Partai Komunis cukup memahami hukum kesejarahan. Dengan kata
lain, mereka cukup memahami bagaimana kelas proletar merupakan kelas yang
semestinya akan berkuasa. Jadi, walaupun banyak anggota partai yang berasal
dari cendikiawan daripada proletar itu sendiri, namun golongan cendikiawan
tersebut dapat mewakili kepentingan proletar.
Pada mulanya partai
komunis cina mengikuti contoh rusia tersebut. Dengan kata lain, semua partai
ini mendasarkan kekuatannya pada kelas proletar dan kelompok cendikiawan di
kota-kota besar. Namun kenyataan yang ada, pada tahun 1927, Chiang Kai-Shek
menghancurkan partai komunis di kota-kota besar. Untuk itu Mao mengembangkan
satu pemikiran, bahwa revolusi cina harus mendasarkan diri pada kelas petani.
Atas dasar pertimbangan tersebut Mao membentuk suatu tentara petani. Satu
pertanyaan yang timbul sekarang adalah, bagaimana revolusi yang
diperjuangkan oleh tentara petani itu dapat dikatakan komunis?
Sebelumnya Mao hanya
membawa gagasan lenin sampai logical conclution saja. Kalau pelopr proletar
memahami kepentingan proletar dengan lebih jelas dari orang proletar itu
sendiri, apakah pelopor tersebut tersangkut-paut secara fisik dengan proletar
atau tidak, bukanlah persoalan yang penting. Pokoknya pelopor itu, tidak lain
adalah partai komunis yang dianggap mewakili kelas proletar. Jadi walaupun
tentara Mao terdiri dari petani dan bukan proletar, akan tetapi ia mewakili
proletar. Dengan demikian boleh dikatakan bahwa revolusi cina dipimpin juga
oleh kelas proletar.
Revolusi Mao adalah
bertujuan menjangkau “demokrasi rakyat”. Jika demokrasi rakyat sudah dapat
dicapai, maka sudah tidak perlu memasuki tahap kapitalisme. Jadi perkembangan
masyarakat harus melewati tahap feodalisme menuju demokrasi rakyat, kemudian
memasuki sosialisme, dan akhirnya terwujudlah komunisme.
Demokrasi rakyat
diperjuangkan oleh suatu aliansi yang terdiri dari kelas –kelas proletar,
petani, borjuis kecil, dan borjuis nasional (kaum kapitalis yang menentang atau
tidak bekerja sama dengan imperealis) aliansi tersebut dipimpin oleh kaum
proletar. Untuk ini Mao mengatakan bahwa revolusi ala cina cocok dengan kondisi
negara-negara baru.
Sejak tahun 1961, uni
sovyet menganjurkan sebuah jalan yang sedikit berbeda untuk negara-negara baru.
Menurut Uni sovyet negara-negara baru harus mencapai apa yang disebut
“demokrasi nasional”. Aliansi yang memperjuangkan demokrasi nasional terdiri
dari keempat kelas yang juga memasuki aliansi untuk demokrasi rakyat. Tetapi
aliansi demokrasi nasional tidak dipimpin oleh kelas proletar, yaitu partai
komunis. Partai komunis dianjurkan untuk bekerjasama dengan pemimpin nasional
lain dan berusaha menguasai golongan lain.
Dengan demikian, jelas bahwa teori komunis tentang
berkembangnya gerakan komunis di negara-negara baru agar berbeda dengan teori
aslinya yang dikemukakan Marx. Teori komunis sudah disesuaikan dengan realita
di negara-negara baru, yaitu bahwa sebagian besar rakyat bukan kaum proletar
tetapi petani. Tetapi kaum petani tersebut tidak dapat memimpin suatu revolusi.
Pemimpin-pemimpinnya yang tergabung dalam partai komunis, sebenarnya berasal
dari kelas cendikiawan, dan bukan proletar. Jadi di negara-negara baru gerakan
komunis yang berhasil terdiri dari cendikiawan dan petani. Peranan proletar
boleh dikatakan tidak begitu menonjol.
Akan tetapi, dalam
prakteknya tidak selalu demikian. Misalnya, di india tidak semua daerah yang
paling terbelakang mendukung komunis. Justru di daerah-daerah yang paling
terbelakang, petani-petani berpikiran paling tradisional. Kalau kita melihat
negara-negara yang paling tradisional seperti saudi arabia, meskipun
rakyat miskin sekali tetapi tidak ada gerakan komunis. Seringkali sikap narimo
(menerima dengan pasrah) sangat kuat diantara orang yang miskin sekali.
Jadi bukanlah kemiskinan sendiri yang menimbulkan gerakan komunis.
Ada sebuah teori
tentang timbulnya gerakan komunis yang berdasarkan pada proses detradisional.
Komunisme tidak dipandang sebagai reaksi terhadap kemiskinan melainkan sebagai
reaksi terhadap perubahan yang terlalu pesat dan kurang teratur. Dalam
masyarakat tradisional semua orang merasa sebagai bagian dari masyarakat.
Mereka mempunyai suatu kedudukan yang tidak dapat dirubah sehingga merasa aman.
Secara ekonomis orang menderita, tetapi penderitaannya diterima sebagai nasib.
Tetapi sesudah masyarakat dipengaruhi modernisasi, masyarakat tradisional
seringkali dikacaukan melalui meluasnya komunikasi, penjajahan, pendidikan
modern, industri modern, dan lain-lain. Setelah dipengaruhi oleh modernisasi
mereka dapat melihat cara-cara kehidupan lain yang merupakan alternatif yang
kelihatan bagus. Orang-orang menjadi kurang puas dan frustasi. Ketidakpuasan
dan frustasi ini dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, orang-orang berfrustasi
secara materiil. Mereka ingin menjadi kaya seperti orang lain. Kedua, mereka
frustasi dengan nilai-nilai baru. Pada zaman yang kacau, orang perlu ideologi
yang dapat menerangkan tentang dunia modern yang kelihatan kacau. Sering
kepercayaan agama tidak cukup meyakinkan, sehingga orang tidak saja memberi
jalan untuk menjadi kaya tetapi juga sebagai pegangan yang dapat meredakan
ketakutan akan kekacauan di dunia modern.
3. Fasisme
Istilah fasisme
dikembangkan dari istilah latin “fasces” yang merupakan simbol kekuasaan pada
jaman romawi kuno. Di italia dikenal pula istilah “fascio” dengan arti dan
konotasi yang sama. Fasisme sebagai gerakan politik muncul di italia setelah
perang dunia I dan sempat menguasai negara itu dari tahun 1922 sampai dengan
tahun 1943. Tetapi sebelum itu, telah dikenal istilah “fasci” yang sering
diartikan sebagai kelompok politik yang memperjuangkan tujuan-tujuan tertentu.
Fasisme sebagai gerakan politik lebih eksklusif sifatnya setelah dikaitkan
dengan gerakan-gerakan yang diorganisir oleh benito mussolini pada tahun 1919.
Dalam banyak hal,
fasisme yang dikembangkan Mussolini dan Nazisme oleh Hitler sangat dipengaruhi
oleh pemikiran Fichte dan Hegel. Dalam hubungan ini bisa dikatakan bahwa
fasisme tidak lain merupakan perkembangan radikal dari teori negara Hegel.
Dalam suatu kesempatan, Hegel pernah mengemukakan bahwa pengorbanan yang
diberikan individu kepada negaranya merupakan ikatan substansial antara negara
dengan seluruh anggotanya. Dengan demikian, pengorbanan tersebut dapat
dipandang sebagai manifestasi dari tugas individu kepada bangsa dan negaranya.
Fasisme juga cenderung menganut moralisme ideal yang selalu didengungkan Hegel
dan diperjuangkan pula oleh kant, Fichte, Green, Calyle, ataupun Mazzini.
Sesuai dengan ajaran tersebut orang seyogyanya lebih menuntut kebajikan
daripada memenuhi kesenangan pribadi. Ia harus lebih mementingkan tugas dan
kewajibannya daripada menuntut hak semata-mata, dan pengorbanan diri atas nama
masyarakat tidak harus dilaksanakan atas dasar kepentingan diri sendiri
(selfinterest).
Bertitik tolak dari
pemikiran-pemikiran itulah, fasisme dan nazisme memandang liberalisme sebagai
satu ajaran dan gerakan yang lebih berorientasi kepada pemuasan kebutuhan
materiel dengan mengabaikan soal-soal moral dan spiritual. Sebaliknya, fasisme
menganggap ideologi mereka lebih mendasarkan diri pada nilai-nilai spiritual
dan loyalitas daripada sekedar pemenuhan kebutuhan perseorangan. Selain itu
fasisme bukanlah ideologi yang bersifat dogmatis dan kaku, akan tetapi
merupakan ideologi yang luwes dimana ajaran-ajarannya diterima sebagai suatu
kenyataan darurat sesuai dengan suasana yang ada dalam masyarakat dan negara
yang ada. Hakikat fasisme adalah kepercayaan dan instink, dan bukannya akal
atau ajaran.
4. Ideologi Pancasila
Pancasila sebagai
dasar negara dan pandangan hidup sekaligus juga sebagai ideologi negara. Sebagai
ideologi negara berarti bahwa pancasila merupakan gagasan dasar yang berkenaan
dengan kehidupan negara. Sebagaimana setiap ideologi memiliki konsep mengenai
wujud masyarakat yang di cita-citakan, begitu juga dengan ideologi pancasila.
Masyarakat yang di cita-citakan dalam ideologi pancasila ialah masyarakat yang
dijiwai dan mencerminkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pancasila,
yaitu masyarakat yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan serta bertoleransi,
menjunjung tiggi nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat yang bersatu dalam suasana
perbedaan, berkedaulatan rakyat dengan mengutamakan musyawarah, serta
masyarakat yang berkeadilan sosial. Hal itu berarti bahwa pancasila bukan hanya
sesuatu yang bersifat setatis melandasi berdirinya negara Indonesia, akan
tetapi pancasila juga membawakan gambaran mengenai wujud masyarakat terteentu
yang diinginkan serta prinsip-prinsip dasar yang harus diperjuangkan untuk
mewujudkanya.
Pancasila sebagai
ideologi negara membawakan nilai-nilai tertentuyang digali dari realitas sodio
budaya bangsa Indonesia. Oleh karena itu maka ideologi pancasila membawakan
kekhasan tertentu yang membedakannya dengan ideologi lain. Kekhasan itu adalah
keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa, yang membawa konsekuensi keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian juga penghargaan akan harkat
dan martabat kemanusiaan, yang diwujudkan dengan penghargaan terhadap hak azasi
manusia dengan memperhatikan prinsip keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Kekhususan yang lain adalah bahwa ideologi pancasila menjunjung tinggi
persatuan bangsa itu diatas kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan.
Berikutnya dalah kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang didasarkan pada
prinsip demokrasi dengan penentuan keputusan bersama yang diupayakan sejauh
mungkin melalui musyawarah untuk mencapai kata mufakat. Satu hal lagi yaitu
keinginan untuk mewujudkan keadilan dalam kehidupan bersama seluruh masyarakat
Indonesia.
Kalau setiap ideologi
mendasarkan diri pada sistem filsafat tertentu yang berisi pandangan mengenai
apa dan siapa manusia, kebebasan pribadi serta keselarasan hidup bermasyarakat;
ideologi pancasila mendasarkan diri pada sistem pemikiran filsafat pancasila,
yang didalamnya juga mengandung pemikiran mendasar mengenai hal tersebut.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan
seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sekaligus merupakan
proses pengembangan keseluruhan sistem penyelenggaraan negara untuk mewujudkan
Tujuan Nasional.
Pembangunan nasional dilaksanakan untuk
mewujudkan Tujuan Nasional seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea
IV, yaitu ……. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial serta mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana tercantum
dalam alinea II Pembukaan UUD 1945.
3.2 Saran
Demikian makalah yang dapat kami
buat. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih penuh dengan kelemahan dan kekurangan baik dari penulisan maupun dari
isi, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapakan
semoga makalah ini bermanfaat untuk kelanjutannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Silahkan Download Langsung Disini...!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar