MAKALAH
AGAMA HINDU
“Mahabarata”
Oleh Kelompok :
1.
Made Eko Kusumadana
2.
Gery Puspa Devianti
3.
Ni Luh Putu Sudaniasih
4.
Ni Made Sulastri
5.
Kadek Budiani
6.
Gede Angga Prastika
7.
Bima Aryagunawan
8.
Devi Ardila Aprilianti
9.
Lucia Widi Anjali
SMA
NEGERI 1 LADONGI
TAHUN
PELAJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Asung Kertha Wara Nugraha saya
panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat rahmatnyalah
kami dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Kisah Mahabarata” selesai tepat pada waktunya.
Tentu saja dalam penyelesaian
makalah ini saya selaku penulis tidak lupa
mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu saya sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan tepat
pada waktunya.
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu
saya mohon saran dan kritik dari pembaca demi menyempurnakan makalah ini di kemudian hari.
“Om
Shantih, Shantih, Shantih Om”
Ladongi, September 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR
ISI.................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ........................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
C.
Tujuan ........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Kisah Mahabarata....................................................................................... 2
B.
Pengaruh Mahabarata dalam Budaya......................................................... 4
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................. 6
B.
Saran........................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mahabharata merupakan kisah kilas balik yang dituturkan oleh
Resi Wesampayana untuk Maharaja Janamejaya yang gagal mengadakan upacara korban
ular. Sesuai dengan permohonan Janamejaya, kisah tersebut merupakan kisah
raja-raja besar yang berada di garis keturunan Maharaja Yayati, Bharata, dan
Kuru, yang tak lain merupakan kakek moyang Maharaja Janamejaya. Kemudian Kuru
menurunkan raja-raja Hastinapura yang menjadi tokoh utama Mahabharata. Mereka
adalah Santanu, Chitrāngada, Wicitrawirya, Dretarastra, Pandu, Yudistira,
Parikesit dan Janamejaya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa
masalah mengenai Catur Marga Yoga diantaranya sebagai berikut
1. Bagaimana kisah
Mahabarata?
2. Bagaimana pengaruh Mahabarata dalam budaya?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah ;
1. Untuk mengetahui kisah
Mahabarata
2. Untuk mengetahui pengaruh
Mahabarata dalam budaya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kisah Mahabarata
Syantanu, Raja Hastnapura (Delhi), pergi berburu dan menemui
seoarang perempuan yang cantik sekali ditepi sungai. Lalu perempuan itu
dikawininnya. Dia berjaji tidak akan menegur segala perbuatan istrinya.
Istrinya pun melahirkan tetapi anak yang dilahirkannya satu persatu
dihanyutkannya ke sungai. Ketika hendak menghanyutkan anak kedelapannya ke
sungai, syantanu membesakan anaknya itu dan melarang istrinya membuang anaknya.
Tetapi ternyata istrinya mempunyai alasan kenapa anak-anaknya dihanyutkan ke
sungai, ternyata anak-anak mereka terkena kutukan dan yang diselamatkan oleh syantanu juga
telah terkena kutukan oleh seorang
resi.anak yang terkena kutukan itu tidak boleh tinggal dengan syantanu. Dan
anak yang dilahirkan itu bernama Bhisma yang gagah berani.
Selang beberapa lama, syantanu pergi berburu pula. Kali ini
dia ditemani oleh Satyawati, anak angkat dari raja kail. Sedangkan Bhisma
dijadikan masygul olehraja kail. Bhisma juga mengetahui kenapa ia dijadikan
kemasygulan ayahnya itu dan pergi
membawa Satyawati ungtuk ayahnya dan bersumpah tidak akan kawin.
Hatta Syantanu pun berangkat dan disusul oleh anaknya tidak
lama kemudian. Anaknya meninggalkan dua istrinya yaitu Ambika dan Ambalika.
Ambika dan Ambalika disuruh melakukan hubungan badan dengan seorang pertapa
sakti untuk mendapatkan anak. Pertapa itu iyalah Wysa yang janggutnya panjang
sampai ketanah dan busuk pula. Bila dia memeluk ambika , Ambika menetuk matanya
sehingga anak yang di lahirkannya, Dhretaratra buta. Sedangkan dia memeluk
Ambalika, Ambalika pu pucat, sehingga anak yang dilahirkan, Pandu mejadi pucat.
Pandu mempunyai dua orang istri, kunti dan madri. Akerna
pernah dikutuk oleh pertapa, pandu tidak boleh menjamah istrinya. Pernah suatu
ketika kunti memuja dewa dan ia akan dianugrahi 5 orang anak. Untuk mengujinya
maka Kunti pun memuja dewa surya (matahari ) dan m endapatkan anak, tapi pada
waktu itu anaknya dibuang karena belum sama kawin.
Pada suatu hari, setelah kelhiran anak-anaknya pandu
bertamasya kehutan rimba. Melihat alam yang begitu indah, timbul rasa
birahinya. Pandu mencoba memeluk mandri dan akhirnya jatuh mati. Madri membela
kematian suaminya.
Sesudah kemangkatan Pandu, Dhretarastra lalu naik kerajaan.
Dhrestarastra mencari seorang guru yang mahir untuk mendidik ananknya (para
dewa ) bersana-sama dengan putra adinya
para Pandawa. Guru yang dicari untuk mengajar adalah Drona, Bhradwaja. Konon
kabarnya Drona dulu Drona pernah dalam kemiskinan dan meminta tolong kepada
teman akrabnya tetapi tidak dilayani dan akhirnya Drona mengajar beberapa murid
untuk membalas dendam.
Pada suatu hari, Drona
mengumpulkan para putra raja dan
minta supaya mereka mengerjakan satu perkara dan tidak seoarngpun
menjawab. Hanya pandawa yang ketiga,
arjuna, menyatakan kesediaan menolong
gurunya.karena itu pula Arjuna menjadi jurid kesayangan Drona.
Arjuna menjadi pemanah yang pandai sekali. Tapi pada suatu
hari ia bertemu dengan seorang pemuda yang lebih pandai memanah darinya. Pemuda
yang dimaksud adalah Eklawya, Ajuna pun memberitaukan hal ini kepada Drona,
lalu Drona bertanya kepada Eklawya siapa gurunya. Kemudian Eklawya menunjukkan
patung Drona yang ada disitutaulah Drona yang sudah terjadi dan meminta upah
kepadanya. Upahnya ialah ibujari Eklawya. Sesudah memberikan ibu jarinya,
Eklawya kehilangan kekuatannya. Arjuna pun menjadi pemanahan yang tak ada tolak
badingnya pada zaman itu.
Pada suatu hari sayembara diadakan oleh raja dhretasatra.
Para Pandawa, Yudhistira, Bhima, Arjuna, Nakula dan Sadewa, sudah berkumpul di
medan sayembara. Demikian juga para kurawa dibawah pimpinan Duryodhana.
Pertarungan Bhima dan Duryodha sedemikian hebatnya, sehingga Drona merasa perlu
menghentikan permainannya, takut kalau jadi perkelahian.
Sekarang Drona meminta ganjaran dari para muridnya. “tangkaplah
Drupada, Raja Pancala”, datang menghadap saya.
Mula-mula para Kurawa dengan bantuan Karna, pergi mengkap
Drupada, tetapi sia-sia saja. Kemudian para Padawa pun pergi. Dengan mudah saja
Arjuna menangkap Drupada dan mebawanya menghadap Drona. Drona melepaskan
Drupada , tujuannya hanya ingin membuat malu saja, lalu Drupada berniat
membalas dendam.
Dhretarastra berfikir untuk mengkat Yudhistira menjadi raja,
karna memang kerajaan milik ayah Yudhistira. Dalam pada itu, nama Pandawa sudah
dikenal dimana-mana karna keperwiraan mereka. Doryodhana anak Dhretarastra
sangat dengki kepada para Pandawa. Doryodhana membuat istana yang terbuat dari
bahan-bahan yang mudah terbakar di Warnawata. Ia memuji keindahan istananya dan
membujuk para pandawa untuk menempatinya. Seorang mentri yang setia, Widura,
member tau para Pandawa tentang tipu muslihat Doryodhana dan meminta mereka
berhati-hati. Karena itu, suatu waktu kemudian, ketika istana terbakar para
Pandawa bias menyelamatkan diri. Sesudah itu merekapun hidup sebagai Bharmana.
Raja
Pancala, Drupada, mengadakan sayembara untuk memilih menantu. Barang siapa yang
dapat melentuk panah pusakanya, akan dikawinkan dengan Drupadi, anaknya yang
rupawan. Tidak seorangpun yang bias melakukannya, ketika Karna hendak
melenturkan panah, Drupadi berteriak “ saya tak mau kawin dengan anak tukang
kandang”.
Terpaksalah Karna mengundurkan diri. Keluarlah Arjuna
mencoba kepandaiannya. Lima kali Arjuna memanah. Setiap kali anak panahnya
mengena cincin yang tergantung tinggi. Para Brahman bersorak gembira. Tetapi
para raja marah, tak patut Brahmana diambil menjadi mantu. Krisna member tahu
kepada raja bahwa Ajuna sebenarnya bukan brahmana, melainkan anak Pandu.
Pedamaian pun di capai. Para Pandawa membawa Drupadi pulang ketempat mereka.
Mereka member tau Kunti, ibu mereka bahwa meraka mendapat hadiah besar hari
itu, Kunti menjawab “Nikmatilah hadiah itu bersama-sama”.
Baru kemudian Kunti mengetahui, bahwa hadiah itu dalah
seorang perempuan. Apa boleh buat, perkataan tidak dapat diubah. Drupadi lalu
menjadi istri bersama para Pandawa.
Di
hutan belanta, para Pandawa membangun istana yang indah. Hutan belanta menjadi
negeri yang kaya raya. Dan Yudhistira pun mengadakan korban pertabalan (
Rajasuya). Semua raja yang besar-besar diundang ke Ibukota oleh para Pandawa.
Pada hari pertabalan, Krina dipilih menduduki tempat pertama. Seorang tamu
sisupala tidak setuju. Yudhistira dan Bhisma sangat marah. Bhisma bangun
menceritakan sejarah sisupala, bahwa jika ia berani mengganggu Krisna samapai
seratus kali, ia akan mati sendiri. Sisupala makin marah, mau menetak Krisna,
Karena ini adalah gangguan yang ke-101 kali, sisupala lau mati seperti yang
diramalkan.
Duryodhana juga ikut hadir dalam pertabalan Yudhistira. Ia
tinggal di istana Yudhistira dan menyaksikan dengan mata sendiri segal
perlengkapan istana yang indah-indah. Hatinya semakin dengki. Sekembali dari
istana Yudhistira, ia mencari jalan untuk membinasakan para Pandawa.
Duryodhana tahu bahwa Yudhistira jujur.
Kuat memegang janjinya, tetapi mempunyai kelemahan, yaitu suka berjudi.
Dalam rentan tahun yang agak lama banyak kejadian yang
terjadi dalam dalam hutan, salah satu yang terjadi adalah peperangan Pandawa.
Pandawapun menang perang. Yudhistira
ditabalkan menjadi raja memerintah Hastinapura.
B.
Pengaruh Mahabarata dalam Budaya
Selain berisi cerita
kepahlawanan (wiracarita), Mahabharata juga mengandung nilai-nilai Hindu, mitologi dan berbagai petunjuk
lainnya. Oleh sebab itu kisah Mahabharata ini dianggap suci, teristimewa oleh
pemeluk agama Hindu. Kisah yang semula ditulis dalam bahasa Sanskerta ini kemudian disalin
dalam berbagai bahasa, terutama mengikuti perkembangan peradaban Hindu pada
masa lampau di Asia, termasuk di Asia Tenggara.
Di Indonesia, salinan berbagai
bagian dari Mahabharata, seperti Adiparwa, Wirataparwa, Bhismaparwa dan mungkin juga
beberapa parwa yang lain, diketahui telah digubah dalam bentuk prosa bahasa Kawi (Jawa Kuno) semenjak akhir abad ke-10 Masehi. Yakni
pada masa pemerintahan raja Dharmawangsa Teguh (991-1016 M) dari Kadiri. Karena sifatnya itu, bentuk
prosa ini dikenal juga sebagai sastra parwa.
Yang terlebih populer
dalam masa-masa kemudian adalah penggubahan cerita itu dalam bentuk kakawin, yakni puisi lawas
dengan metrum India berbahasa Jawa Kuno.
Salah satu yang terkenal ialah kakawin Arjunawiwaha (Arjunawiwāha, perkawinan Arjuna) gubahan mpu Kanwa. Karya yang diduga ditulis antara 1028-1035 M ini
(Zoetmulder, 1984) dipersembahkan untuk raja Airlangga dari kerajaan Medang
Kamulan, menantu raja Dharmawangsa.
Karya sastra lain yang
juga terkenal adalah Kakawin Bharatayuddha, yang digubah oleh mpu Sedah dan belakangan
diselesaikan oleh mpu Panuluh (Panaluh). Kakawin ini dipersembahkan bagi Prabu Jayabhaya (1135-1157 M), ditulis
pada sekitar akhir masa pemerintahan raja Daha (Kediri) tersebut. Di luar itu,
mpu Panuluh juga menulis kakawin Hariwangśa pada masa Jayabaya, dan diperkirakan pula menggubah Gaţotkacāśraya pada masa raja Kertajaya (1194-1222 M) dari
Kediri.
Beberapa kakawin lain
turunan Mahabharata yang juga penting untuk disebut, di antaranya adalah Kŗşņāyana (karya mpu Triguna) dan Bhomāntaka (pengarang tak dikenal) keduanya dari zaman kerajaan
Kediri, dan Pārthayajña (mpu Tanakung) di akhir zaman Majapahit. Salinan
naskah-naskah kuno yang tertulis dalam lembar-lembar daun lontar tersebut juga
diketahui tersimpan di Bali.
Di samping itu,
mahakarya sastra tersebut juga berkembang dan memberikan inspirasi bagi
berbagai bentuk budaya dan seni pengungkapan, terutama di Jawa dan Bali, mulai dari seni patung dan seni ukir (relief) pada candi-candi, seni tari, seni lukis hingga seni pertunjukan seperti wayang kulit dan wayang orang. Di dalam masa yang
lebih belakangan, kitab Bharatayuddha telah disalin pula oleh pujangga kraton Surakarta Yasadipura ke dalam bahasa Jawa modern pada sekitar
abad ke-18.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa lima dengan saudara
sepupu mereka sang seratus Korawa, mengenai sengketa hak
pemerintahan tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha di medan Kurusetra dan
pertempuran berlangsung selama delapan belas hari.
B. Saran
Penulis menyarankan walaupun kita
sekarang berada pada kondisi yang berbeda dari cerita yang dimuat pada Kitab
Mahabrata. Kita harus mampu mengikuti kemampuan-kemampuan mereka yang semangat
menjalani hidup ini.
DAFTAR PUSTAKA
https://makalahkuindonesia.blogspot.co.id/2017/03/kisah-dongeng-mahabarata.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar