MAKALAH
“Catur Asrama dan Catur Purusa
Artha”
O
l e h :
Ketut
Nur Huda
Kelas
: XII. IPS2
SMA
NEGERI 1 LADONGI
TAHUN
PELAJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Om
Swastyastu,
Atas
Asung Kertha Wara Nugraha Ida Sang Hyang
Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) saya telah dapat menyusun/menyelesaikan
makalah Agama Hindu ini. Adapun tujuan judul makalah yang kami sajikan ini
adalah “ Catur Asrama dan Catur Purusa Artha”.
Semoga
kehadiran makalah ini akan memberikan nuansa baru dalam pengajaran khususnya
agama Hindu. Sudah tentu kehadiran makalah ini banyak terdapat kelemahan dan
kekurangannya. Tegur sapa dan kritik yang membangun sangat saya harapkan demi
sempurnanya makalah ini semoga bermanfaat bagi kita semua.
Om
Santi Santi Santi Om.
Ladongi, Oktober 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR
ISI.................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah ...................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASA
2.1 Pengertian Pengertian
Catur Asrama.......................................................... 2
2.2 Bagian-bagian
Catur Asrama...................................................................... 2
2.3 Pengertian
Catur Purusa Artha................................................................... 4
2.4 Bagian-bagian
Catur Purusa Artha............................................................. 4
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 7
3.2 Saran........................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agama Hindu memiliki kerangka
dasa yang dapat dipergunakan oleh umat sebagai landasan untuk memahami, mendalami, dan menagamalkan ajaran-ajarannya
dalam kehidupan sehari -hari. Kerangka dasar tersebut terdiri dari tiga unsur
yaitu Tattwa/filsafat, susila/etika, dan
upacara/Ritual. Ketiga unsur kerangka dasar itu merupakan satu kesatuan yang
utuh dan tidak terpisahkan. Untuk dapat memahami, mendalami, dan mengamalkan ajaran Agama Hindu secara
utuh dalam kehidupan sehari-hari maka setiap umat Hindu memiliki kewajiban
menjadikan kerangka dasar sebagai pedoman. Dengan demikian, mereka dapat
mewujutkan hidup dan kehidupan ini menjadi sejahtera dan bahagia. Untuk kali
ini kami disini akan membahas mengenai susila/etika.
Seperti yang telah
kita ketahui bersama, bahwa Hindu kaya akan ajaran-ajaran mengenai
Ketuhanannya. Diantaranya seperti, Sraddha, Yadnya, Tri Hita Karana, Catur
Asrama, Catur Purusa Artha, dan masih banyak yang lainnya. Agama Hindu
memberikan tempat yang utama terhadap ajaran tentang dasar dan tujuan hidup
manusia. Dalam ajaran Agama Hindu ada suatu sloka yang berbunyi: "Moksartham
Jagadhita ya ca iti dharmah", yang berarti bahwa tujuan beragama
adalah untuk mencapai kesejahteraan jasmani dan ketentraman batin (kedamaian
abadi). Dari makna tersebut, dapat kita simpulkan bahwa manusia diciptakan dan
hidup di dunia ini untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi, yaitu Moksa.
Selain itu manusia juga memiliki tiga tujuan hidup lainnya, yaitu Dharma,
Artha, dan Kama.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Catur Asrama?
2. Apa Bagian – Bagian Catur Asrama?
3. Bagaimana pengertian catur purusa
artha?
4. Apa saja bagian-bagian catur purusa
artha?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pengertian Catur Asrama
2. Untuk mengetahui apa bagian – bagian Catur
Asrama
3. Untuk
mengetahui bagaimana pengertian catur purusa artha.
4. Untuk
mengetahui bagian-bagian catur purusa artha.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Catur
Asrama
Catur Asrama terdiri atas dua
kata yakni “ Catur”, yang berarti empat dan “Asrama”, berarti tahapan atau
jenjang. Jadi Catur Asrama artinya empat jenjang kehidupan yang harus dijalani
untuk mencapai moksa.
Atau catur asrama dapat pula
diartikan sebagai empat lapangan atau tingkatan hidup manusia atas dasar
keharmonisan hidup dimana pada tiap- tiap tingkat kehidupan manusia diwarnai
oleh adanya ciri- ciri tugas kewajiban yang berbeda antara satu masa (asrama)
dengan masa lainnya, tetapi merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
2.2. Bagian – Bagian
Catur Asrama
1. Brahamacari Asrama
Brahma cari terdiri dari dua kata
yaitu Brahma yang berarti ilmu pengetahuan dan cari yang berarti tingkah laku
dalam mecari dan menuntut ilmu pengetahuan. Brahmacari berarti tingkatan hidup
bagi orang-orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan. Kehidupan para pelajar
di mulai dengan upacara Upanayana, sebagai hari kelahirannya yang kedua. Mereka
harus dibuat tabah dan sederhana dalam kebiasaan – kebiasaan mereka harus
bangun pagi – pagi, mandi melakukakn sandhya & java gayatri serta
mempelajari kitab – kitab suci.
Menurut ajaran agama hindu, dalam
brahmacari asrama, para siswa dilarang mengumbar hawa nafsu sex. Adapun
hubungan antara perilaku seksual dan brahmacari dapat di ketahui melalui
istilah berikut :
a. Sukla brahmacari
Orang yang tidak
kawin semasa hidupnya, bukan karena tidak mampu, melainkan karena mereka sudah
berkeinginan untuk nyukla brahmacari sampai akhir hayatnya.
b. Sewala brahmacari
Orang yang
menikah sekali dalam masa hidupnya
c. Kresna brahmacari
Pemberian ijin
untuk menikah maksimal 4 kali karena suatu alasan yang tidak memungkinkan
diberikan oleh sang istri, seperti isang istri tidak dapat menghasilkan
keturunan, sang istri sakit-sakitan, dan bila istri sebelumnya memberikan ijin.
2. Grhasta Asrama
Tahapan yang kedua tentang
grhasta / berumah tangga .tahapan ini dimasuki pada saat perkawinan. Tahapan
ini merupakan hal yang sangat penting, karena menunjang yang lainnya.
Perkawinan meerupakan salah satu acara suci bagi seorang Hindu. Istri merupakan
rekan dalam kehidupan ( Ardhangini ), ia tidak dapat melakukan ritual agama
tanpa istrinya.
Sebuah rumah tangga harus mendapatkan artha yang erlandaskan
dhrma dan dipergunakan dengan cara yag pantas. Ia harus memberikan 1/10 bagian
dari penghasilannya untuk amal.
Beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan dalam berumah
tangga :
1) Melanjutkan keturunan
2) Membina rumah tangga
3) Bermasyarakat
4) Melaksanakan panca yajnya :
-
Dewa Yajna :
persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya
-
Rsi Yajna
:persembahan pada para rsi, guru, maupun tokoh atau pemuka agama
-
Manusa yajnya
:persembahan pada sesama manusia
-
Pitra Yajna :
persembahan pada para leluhur
-
Bhuta Yajna
:persembahan kepada para bhuta.
3. Wanaprastha Asrama
Tahapan yang ketiga wanaprstha,
tahapan ini merupakan suatu persiapan bagi tahap akhir yaitu sannyasa . setelah
melepaskan segala kewajiban seorang kepala rumah tangga, ia harus
meninggalkanya menuju hutan atau sebuah tempat terpencil di luar kota untuk
memulai meditasi dalam kesunyian pada masalah spiritual yang lebih tinggi.
Dalam masa ini kewajiban kepada keluarga sudah berkurang, melainkan ia mencari
dan mendalami arti hidup yang sebenarnya, aspirasi untuk memperoleh kelepasan/
moksa dipraktekkannya dalam kehidupan sehari- hari.
Adapun ciri-ciri orang yang telah
dapat masuki tahap wanapratha ini adalah: usia yang sudah lanjut, mempunyai
banyak pengalaman hidup, mampu mengatasi gelombang pahit getirnya kehidupan,
serta mempunyai kebijaksanan yang dilandasi oleh ajaran agama dan ilmu
pengetahuan. Telah memiliki keturunan atau generasi lanjutan yang sudah mapan
dan mampu hidup mandiri.serta tidak bergantung lagi pada orang tua baik
dibidang ekonomi maupun yang lainnya.
4. Sannyasin /
Bhiksuka
Tahap yang terkhir adalah
sannyasin. Bila seseorang laki- laki menjadi seorang sannyasin, ia meninggalkan
semua miliknya, segala perbedaan golongan,segala upacara ritual dan segala
keterikatan pada suatu negara, bangsa atau agama tertentu. Ia hidup sendiri dan
menghabiskan waktunya dalam meditasi. Bila ia mencapai keadaan yang indah dari
meditasinya yang mendalam, ia mengembirakan dalam dirinya sendiri. Ia sepenuhnyaa
tak tertarik pada kenikmatan duniawi. Ia bebas dari rasa suka dan tidak suka,
keinginan, keakuan,nafsu ,kemarahan, kesombongan dan ketamakan. Ia memiliki
visi yang sama dan pikiran yang seimbang dan ia mencintai semuanya. Ia
mengembara dengan bahagia dan menyebarkan brahma jnana atau pengetahuan sang
diri. Ia sama ketika dihormati maupun dicaci, dipuja dan dikecam, berhasil
maupun gagal. Ia sekarang adalah atiwarnasrami yang mengatasi warna dan asrama.
Ia seorang laki – laki yang bebas sepenuhnya. Ia tak terikat oleh sutau
kebiasaan adat masyarakat.
Sannyasin adalah seoang laki-
laki idaman. Ia telah mecapai kesempurnaan dan kebebasan. Ia adalah Brahman
sendiri. Ia seoarang jiwanmukta atau seorang bijak yang bebas. Mulialah tokoh
pujaan seperti itu yang merupakan Tuhan yang hidup di dunia.
2.3
Pengertian Catur Purusa Artha
Catur Purusa Artha adalah empat
kekuatan atau dasar kehidupan menuju kebahagiaan, yaitu : Dharma,
Arta, Kama, dan Moksa. Urut-urutan ini merupakan tahapan-tahapan yang
tidak boleh ditukar-balik karena mengandung keyakinan bahwa tiada arta yang
diperoleh tanpa melalui dharma; tiada kama diperoleh tanpa melalui arta, dan
tiada moksa yang bisa dicapai tanpa melalui dharma, arta, dan kama.
2.4 Bagian-bagian Catur Purusa Artha
Dharma sebagai dasar utama mempunyai
pengertian yang sangat luas. Dharma dapat diartikan sebagai mematuhi semua
ajaran-ajaran Agama terlihat dari pikiran, perkataan dan perbuatan sehari-hari.
Dharma juga dapat diartikan sebagai memenuhi kewajiban sesuai dengan profesi
atau pekerjaan dan tanggung jawab masing-masing. Misalnya dalam Manawa
Dharmasastra Buku III (Tritiyo dhyayah) diatur tentang kewajiban seorang suami
dan kewajiban seorang istri dalam membina rumah tangga, dimana antara lain
dinyatakan bahwa seorang suami berkewajiban mencari nafkah bagi kehidupan
keluarganya,sedangkan seorang istri berkewajibanengatur rumah tangga seperti
merawat anak, suami, menyiapkan upacara, dll. Dalam kaitan implementasi profesi
dan tanggung jawab (responsibility), sering digunakan istilah
"swadharma", sehingga swadharma setiap manusia berbeda-beda menurut
tugas pokoknya. Misalnya swadharma seorang dokter adalah merawat pasien
sebaik-baiknya agar sembuh, swadharma seorang cleaning service adalah menjaga
kebersihan dan kerapian ruangan, dll. Jadi melaksanakan dharma itulah yang
utama. Setelah melaksanakan dharma dengan baik maka Hyang Widhi akan
melimpahkan berkatnya berupa Arta.
b. Artha
Artha adalah sesuatu yang bernilai
materiil yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara
phisik. Arta dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Arta yang
diperoleh secara langsung misalnya seseorang yang swadharmanya sebagai petani
pemelihara lembu maka ia akan menikmati susu lembu itu. Arta yang diperoleh
secara tidak langsung misalnya seorang Ayah yang tekun mendidik anaknya sejak
kecil dengan baik sehingga dikemudian hari anaknya menjadi tokoh yang kaya dan
terhormat, maka anaknya dapat merawat khidupan ayahnya dimasa tua dengan baik
dan berkecukupan. Arta yang cukup dapat digunakan untuk memenuhi Kama.
Kama artinya kebutuhan hidup berupa
pangan, sandang, perumahan, sosial, spiritual, kesehatan, dan pendidikan. Makin
banyak arta yang diperoleh maka manusia makin leluasa memenuhi kama. Apabila
dharma, arta dan kama sudah dicukupi dengan baik maka tercapailah kehidupan
yang bahagia lahir dan bathin yang lazim disebut sebagai "Moksartham
Jagadhitaya caiti dharmah" Pakar psycholog barat seperti Sperman dan Reven
(1939) menamakan kehidupan seperti itu "Living Healthy" dimana
unsur-unsur : Spiritual, Emotional, Intelectual, Phisical dan Social,
dipelihara dan terpenuhi dengan baik. Bagaimanakah jika urut-urutan Catur
Purushaarta itu ditukar balik, misalnya mendahulukan arta dari dharma ? Dalam
keadaan ini manusia akan menempuhsegala cara untuk memperoleh arta, artinya
tidak lagi berdasarkan ajaran Agama. Misalnya memperoleh ara dengan cara
mencuri, menipu, merampok, korupsi, dll. Arta yang diperoleh dengan cara ini
(adharma) tidak akan kekal dan akan menyengsarakan hidup dikemudian hari.
Kesengsaraan itu bermacam-macam berbentuk "skala" dan
"niskala" Yang berbentuk skala misalnya seorang perampok yang
tertangkap akhirnya masuk penjara. Kesengsaraan niskala, misalnya seorang
koruptor karena kepandaiannya berkomplot dan berkuasa, mungkin saja ia
terhindar dari hukuman duniawi, tetapi kelak roh-nya akan mengalami penderitaan
karena menerima hukuman Tuhan (Hyang Widhi), atau paling tidak bathinnya tidak
tenang, karena merasa berdosa.
d. Moksa
Menurut kitab-kitab Upanisad, moksa
adalah keadaan atma yang bebas dari segala bentuk ikatan dan bebas dari
samsara. Yang dimaksud dengan atma adalah roh, jiwa. Sedangkan hal-hal yang
termasuk ikatan yaitu pengaruh panca indria,
pikiran yang sempit, ke-akuan,
ketidak sadaran pada hakekat Brahman-Atman, cinta kasih
selain kepada Hyang Widhi, rasa
benci, keinginan, kegembiraan, kesedihan, kekhawatiran/ketakutan, dan khayalan. Moksa dapat dicapai oleh seseorang
baik selama ia masih hidup (disebut : Jivam Mukta), maupun setelah meninggal
dunia (disebut : Videha Mukta). Jika selama masih hidup seseorang itu mencapai
moksa maka ia telah mencapai tingkat moral yang tertinggi, kehidupannya
sempurna (krtakrtya), penuh dengan kesenangan (atmarati) karena terbebas dari
11 jenis ikatan yang disebutkan diatas, memandang dirinya ada pada semua mahluk
(eka-atma-darsana), memandang dirinya ada pada alam semesta
(sarva-atma-bhava-darsana). Kesenangan juga tercapai karena pengetahuan dan
kesadaran bahwa brahman-lah atman yang ada didirinya (brahmanbhavana). Jika
moksa dicapai setelah meninggal dunia maka terjadilah proses menyatunya atman
dengan brahman sehingga atman tidak lahir kembali sebagai mahluk apapun atau
bebas dari samsara, disebut juga sebagai kedamaian abadi (sasvatisanti). Moksa
adalah tujuan hidup manusia yang tertinggi yang dapat dicapai oleh setiap
manusia bila ia :
1) Mampu membebaskan atman dari ikatan.
2) Mempunyai pengetahuan utama (paravidya) tentang
brahman.
3) Melaksanakan disiplin kehidupan
yang suci.
Oleh karena itu moksa juga dikatakan sebagai pahala
yang tertinggi dari Hyang Widhi atas karma manusia utama, suatu anugerah yang
maha mulia.
Ada kutipan Svetasvatara Upanisad I.6 yang sangat indah :
Sarvajive sarvasamsthe brhante asmis, hamso bhramyate
brahmacakre, prthag atmanam pretitaram ca justas, tatas tenamrtatwam eti.
Artinya :
Dalam roda Brahman yang maha besar dan maha luas, didalamnya segala sesuatu hidup dan beristirahat, sang Angsa mengepak-epakkan sayapnya dalam melakukan perjalanan sucinya. Sejauh dia berpikir bahwa dirinya berbeda dengan Sang Maha Penggerak maka ia dalam keadaan tidak abadi. Apabila dia diberkahi oleh Hyang Widhi maka ia mencapai kebahagiaan sejati dan abadi.
Dalam roda Brahman yang maha besar dan maha luas, didalamnya segala sesuatu hidup dan beristirahat, sang Angsa mengepak-epakkan sayapnya dalam melakukan perjalanan sucinya. Sejauh dia berpikir bahwa dirinya berbeda dengan Sang Maha Penggerak maka ia dalam keadaan tidak abadi. Apabila dia diberkahi oleh Hyang Widhi maka ia mencapai kebahagiaan sejati dan abadi.
Makna dari sloka upanisad di atas yakni sekalipun anda telah
melaksanakan disiplin kehidupan suci dan membebaskan atman dari ikatan-ikatan,
namun bila anda tidak menyadarkan atman bahwa Brahmanlah atman, maka anda belum
mencapai moksa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Atau catur asrama dapat pula
diartikan sebagai empat lapangan atau tingkatan hidup manusia atas dasar keharmonisan
hidup dimana pada tiap- tiap tingkat kehidupan manusia diwarnai oleh adanya
ciri- ciri tugas kewajiban yang berbeda antara satu masa (asrama) dengan masa
lainnya, tetapi merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa ajaran catur asrama dan catur purusartha sangat
berkaitan dan sangat baik jika digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan
kegiatan di masa kehidupan ini. Ajaran catur asrama yakni brahmacari, grahasta,
wanaprastha, dan bhiksuka atau sanyasin merupakan fase kehidupan dan catur
purusartha yakni dharma, artha, kama, dan moksa merupakan tujuan dari kehidupan
ini. Pada masa brahmacari sesorang menuntut ilmu kebajikan guna memperoleh
pekerjaan (dharma, dan artha), pada masa grahasta atau berumah tangga sesorang
akan mencari kekayaan untuk memenuhi keinginanya (kama) yang berlandaskan
kebenaran atau dengan cara-cara yang baik (dharma). Pada masa wanaprastha
seseorang mulai sedikit demi sedikit mengurangi keinginan atau hawa nafsu
(kama) dan mulai mencari ketenangan guna mencapai kelepasan (moksa). Pada masa
bhiksuka atau sanyasin seseorang telah dapat mencapai kelepasan (moksa) dan
tidak lagi terikat dengan hal-hal yang bersifat keduniawian.
3.2 Saran
Saran-saran
yang dapat dipetik dari urain diatas hendaknya ajaran catur asrama dan catur
purusartha harus dipertahankan dan terus diajarkan kepada generasi muda agar
tidak hilan dikemudian hari. Seseorang yang masih menuntut ilmu hendaknya tidak
melakukan hubungan seksual karena akan dapat mempengaruhi dari pada ketajaman
pikiran. Pelajaran mengenai ajaran ini tidak hanya diberikan oleh sekolah akan
tetapi diperlukan peran dari pada orang tuga sebagi tempat seorang anak mulai
belajar dari awal. Segala kegiatan yang dilakukan semasa hidup ini hendaknya
berlandaskan kebenaran atau dharma karena jika berlandaskan adharma maka hasil
yang akan diperoleh akan cepat habis dan akan mengganggu ketenangan batin
seseorang yang berbuat jahat atau adharma dalam mencapai tujuanya. Berjalanlah
selalu dalam ajaran dharma meskipun itu sulit tapi itu lebih menenangkan dan
tidak akan ada perasaan bersalah atau berdosa.
DAFTAR PUSTAKA
https://dayuinspirit.blogspot.co.id/2015/03/makalah-catur-purusa-artha-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar