Makalah Sejarah
“Kerajaan-Kerajaan
Hindu-Budha
Di
Indonesia”
Disusun
Oleh :
I Made Agus Andika
Kelas XI. IPS1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan
syukur penulis kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang
telah memberi rahmat serta hidayahNya kepada kita sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Kerajaan-Kerajaan Hindu-Budha di
Indonesia”.
Penulis
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan karena
masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu, penulis dengan terbuka akan
menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri
dan para pembaca khususnya.
Ladongi, 08
Agustus 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah...................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah......................................................................... ....... 2
C.
Tujuan........................................................................................... ....... 2
D.
Manfaat........................................................................................ ....... 2
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................ 12
B. Saran.................................................................................................. 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia mulai
berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang dengan
negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan
wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal
tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi
Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan
juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat
kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang
dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.
Pada masa ini
pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad
ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra.
Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670.
Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan
Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa
Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada,
berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah
Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah
Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang
terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Masuknya ajaran
Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang
ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya
kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya
dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era ini.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
proses masuknya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia?
C.
Tujuan
Tujuan dari makalah
ini adalah untuk mengetahui proses masuknya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di
Indonesia
D.
Manfaat
Adapun manfaat
dari makalah ini adalah untuk mengetahui proses masuknya kerajaan-kerajaan
Hindu-Budha di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan
salah satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap
kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan
turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain :
1. Kerajaan Kutai
Kerajaan
Kutai dengan nama asli Kutai Martadipura merupakan kerajaan hindu tertua di
Indonesia, dengan aliran agama hindu-siwa. Letaknya di Muara Kaman tepatnya
pada hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Keberadaan kerajaan ini ditandai
dengan adanya 7 buah prasasti, yang dinamai prasasti yupa dengan huruf palawa
dan bahasa sansekerta. Pendirinya adalah Raja Kudungga. Setelah Raja Kudungga
wafat, kerajaan diambil alih oleh putranya, Raja Aswawarman. Dan setelah Raja
Aswawarman wafat, kerajaan diambil alih oleh putra Raja Aswawarman, yaitu Raja
Mulawarman.
Pada
sebuah prasasti Yupa abad ke-4, dikisahkan bahwa Raja Mulawarman telah
menyumbangkan 1000 ekor sapi kepada para brahmana. Kisah ini menceritakan
betapa dermawannya seorang Raja Mulawarman, dari sini dapat dianalisis bahwa
masyarakat Kutai makmur dan bermata pencaharian sebagai petani dan beternak.
2. Kerajaan Tarumanegara
Sumber
mengenai kerajaan Tarumanegara berasal dari tujuh buah prasasti yang berbahasa
sansekerta dan huruf pallawa. Prasasti tersebut adalah prasasti Ciaruteun,
Kebun Kopi, Jambu, Tugu, Pasar Awi, Muara Cianten, dan Lebak. Seorang musafir
Cina bernama Fa-Hsien pernah datang di Jawa pada tahun 414 M. Ia telah menyebut
keberadaan kerajaan To-lo-mo atau Taruma di Pulau Jawa. Kerajaan Tarumanegara
diperkirakan berkembang pada abad V M. Raja terbesar yang berkuasa adalah
Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman meliputi hampir seluruh Jawa Barat
dengan pusat kekuasaan di daerah Bogor. Raja pernah memerintahkan pembangunan
irigasi dengan cara menggali sebuah saluran panjang 6.112 tumbak (± 11 km).
Saluran itu berfungsi untuk mencegah bahaya banjir. Saluran ini selanjutnya
disebut sebagai sungai Gomati.
3. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan sriwijaya adalah salah satu kerajaan terbesar yang
pernah berjaya di Indonesia. Kerajaan ini mampu mengembangkan diri sebagai
negara maritim dengan menguasai lalu lintas pelayaran dan perdagangan
internasional. Keberadaan kerajaan
ini diketahui melalui enam buah prasasti yang menggunakan bahasa melayu kuno
dan huruf pallawa, serta telah menggunakan angka tahun saka. Prasasti tersebut
adalah Kedukan Bukit, Talang Tuo, Telaga Batu, Kota Kapur dan Karang Berahi.
Nama Sriwijaya juga terdapat dalam berita Cina dan disebut Shih-lo-fo-shih atau
Fo-shih. Sementara itu di berita Arab, Sriwijaya disebut dengan Zabag atau
Zabay atau dengan sebutan Sribuza. Seorang pendeta Cina yang bernama I-Tsing
sering dataang ke Sriwijaya sejak tahun 672 M. Ia menceritakan bahwa di
Sriwijaya terdapat 1.000 orang pendeta yang menguasai agama seperti di India.
Berita dari Dinasti Sung juga menceritakan tentang pengiriman utusan dari
Sriwijaya tahun 971-992 M.
Raja
pertama Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanaga. Raja yang terkenal dari
kerajaan Sriwijaya adalah Balaputradewa. Ia memerintah sekitar abad IX M.
Sriwijaya merupakan pusat pendidikan dan penyebaran agama Buddha di Asia
Tenggara. Menurut berita I-Tsing, pada abad VIII M di Sriwijaya terdapat 1.000
orang pendeta yang belajar agama Buddha di bawah bimbingan Sakyakirti. Menurut
prasasti Nalanda, para pemuda Sriwijaya juga mempelajari agama Buddha dan ilmu
lainnya di India. Kebudayaan Kerajaan Sriwijaya sangat maju dan bisa dilihat
dari peninggalan suci sepeti stupa, candi, atau patung/arca Buddha seperti
ditemukan di Jambi, Muara Takus, dan Gunung Tua (Padang Lawas) serta di Bukit
Siguntang (Palembang).
4. Mataram Kuno
Menurut Teori Van Bammalen, letak kerajaan
ini berpindah-pindah, hal ini disebabkan oleh 2 alasan, yaitu karena
adanya bencana alam letusan Gunung Merapi, dan karena adanya peperangan dalam
perebutan kekuasaan. Awalnya, pada abad ke-8 kerajaan ini terletak di daerah
Jawa Tengah, kemudian setelah Gunung Merapi meletus pada abad ke-10, kerajaan
ini dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok. Agama di kerajaan ini pun
terbagi menjadi 2, yaitu hindu pada Dinasti Sanjaya dan budha pada Dinasti
Syailendra. Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Raja Sanna. Raja Sanna
kemudian digantikan oleh keponakannya, Raja Sanjaya.
Setelah Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan
Mataram Kuno diperintah oleh putranya yang bernama Rakai Panangkaran. Raja
Mataram Kuno setelah Rakai Panangkaran adalah Rakai Warak, kemudian Rakai Warak
digantikan oleh Rakai Garung (Samaratungga). Di tengah-tengah
pemerintahan kerajaan Mataram Kuno, Datanglah keinginan Rakai Pikatan untuk
menjadi penguasa tunggal sebagai Dinasti Sanjaya. Persaingan antara Dinasti
Sanjaya yang dipimpin Rakai Pikatan dengan Dinasti Syailendra yang dipimpin
Raja Samaratungga, membuat cita-cita Rakai Pikatan untuk menjadi penguasa
tunggal di Pulau Jawa terhalang. Terjadi pertikaian antar kedua dinasti.
Akhirnya pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua dinasti melalui pernikahan
politik antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dengan Pramodawardhani dari
Dinasti Syailendra. Namun, pernikahan antara Rakai Pikatan dengan
Pramodawardhani ternyata tidak membuahkan kedamaian, malah justru membuat
pertikaian antara Dinasti Sanjaya dengan Dinasti Syailendra semakin sengit.
Akhirnya, Rakai Pikatan sebagai Dinasti
Sanjaya berhasil menguasai kerajaan sedangkan Pramodawardhani bersama anaknya,
Balaputradewa melarikan diri ke Palembang, Sumatra Selatan untuk kemudian
mereka menjalankan sebuah kerajaan bernama Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan
Prasasti Balitung, setelah Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno
diperintah oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan penasehat yang juga
jadi pelaksana pemerintahan. Dewan yang terdiri atas lima patih ini di
antaranya adalah:
a. Ratu, Datu, Sri
Maharaj
b. Rakryan Mahamantri I
Hino
c. Mahamantri Halu
& Mahamantri I Sirikan
d. Mahamantri Wko &
Mahamantri Bawang
e. Rakryan Kanuruhan
Raja Mataram
selanjutnya adalah Rakai Watuhumalang, kemudian dilanjutkan oleh Dyah Balitung
yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Maha Dambhu
sebagai Raja Mataram Kuno yang sangat terkenal. Raja Balitung berhasil
menyatukan kembali Kerajaan Mataram Kuno dari ancaman perpecahan. Di masa
pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan struktur pemerintahan dengan
menambah susunan hierarki. Bawahan Raja Mataram terdiri atas tiga pejabat
penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan kanan raja yang didampingi oleh
dua pejabat lainnya.
Rakryan
I Halu, dan Rakryan I Sirikan. Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung
juga menulis Prasasti Balitung. Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti
Mantyasih ini adalah prasasti pertama di Kerajaan Mataram Kuno yang memuat
silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan
Mataram Kuno masih mengalami pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat
kerajaan pindah ke Jawa Timur. Mpu Daksa, yang pada masa pemerintahan Raja
Balitung menjabat Rakryan i Hino, melakukan kudeta karena merasa bahwa ia
adalah keturunan asli Dinasti Sanjaya, kemudian Mpu Daksa digantikan oleh menantunya,
Sri Maharaja Tulodhong.
5. Kerajaan Singhasari
Keberadaan Kerajaan
Singhasari didasarkan pada kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang
menjelaskan raja-raja yang memerintah di Singasari serta kitab Pararaton yang
juga menceritakan keajaiban Ken Arok. Ken Arok semula sebagai akuwu (bupati) di
Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya karena tertarik kepada Ken
Dedes isteri Tunggul Ametung. Pada tahun 1222 M Ken Arok menyerang kediri
sehingga Kertajaya mengalami kekalahan pada pertempuran di desa Ganter.
Ken
Arok menyatakan dirinya sebagai Raja Singasari dengan gelar Sri Rangga Rajasa
Bhattara Sang Amurwabhumi. Raja Singasari yang terkenal adalah Kertanegara
Karena di bawah pemerintahannya Singasari mencapai puncak kebesarannya.
Kertanegara bergelar Sri Maharajaderaja Sri Kertanegara mempunyai gagaasan
politik untuk memperluas wilayah kekuasannya, menyingkirkan lawan-lawan
politiknya, menumpas pemberontakan, menyatukan agama Syiwa dan Buddha menjadi
agama Tantrayana (Syiwa Buddha dipimpin oleh Dharma Dyaksa), melakukan politik
perkawinan, dan mengirim ekspedisi Pamalayu tahun1275.
6. Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu terakhir dan terbesar di
Indonesia. Letaknya di Pulau Jawa. Pendirinya adalah Raden Wijaya yang sempat
melarikan diri ke Madura bersama istrinya saat terjadi Peristiwa Mahapralaya.
Kerajaan Majapahit, awalnya hanyalah sebuah desa kecil bernama Desa Tarik yang
merupakan pemberian Raja Jayakatwang dari Kediri. Raden Wijaya telah dimaafkan
dan dipercaya tidak bersalah atas kesalahan generasi atasnya.
Singkat cerita, pada
tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal dengan 20.000 orang
prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur dengan tujuan untuk menyerang Raja Kertanegara
yang telah merebut Kerajaan Melayu dan menyatakan tidak mau tunduk pada Kaisar
Kubilai Khan. Mereka tidak tau bahwa Raja Kertanegara beserta Kerajaan
Singhasari itu telah meninggal dan hancur dikalahkan oleh Raja Jayakatwang dari
Kediri. Mengetahui rencana penyerangan dari Cina ini, Raden Wijaya mengambil
kesempatan untuk merebut kembali Kerajaan Singhasari. Ia menggabungkan diri
dengan pasukan cina dan menyerang Raja Jayakatwang di Kediri.
Kerajaan Kediri tidak
mampu menghadapi serangan, sehingga Raja Jayakatwang berhasil dikalahkan.
Kemenangan itu membuat pasukan Cina bergembira dan berpesta pora. Mereka tidak
menyangka ketika sedang berpesta pora, pasukan Majapahit balik menyerang
mereka. Akhirnya pasukan armada Cina kalah, dan mereka segera kembali ke tanah
airnya. Sejak saat itu Kerajaan Majaphit mulai berkuasa. Pada tahun 1295,
berturut-turut pecah pembrontakan yang dipimpin oleh Rangga lawe dan disusul
oleh Saro serta Nambi. Pembrontakan-pembrontakan itu bisa dipadamkan. Raden
Wijaya wafat pada tahun 1309 dan mendapat penghormatan di dua tempat, yaitu
Candi Simping (Sumberjati) dan Candi Artahpura. Setelah Raden Wijaya wafat,
putera permaisuri Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara menggantikannya
sebagai Raja Majapahit.
Pada awal
pemerintahannya Jayanegara harus menghadapi sisa pemberontakan yang meletus
dimasa ayahnya masih hidup. Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja Jayanegara
diselamatkan oleh pasukan pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin oleh Gajah Mada
ia kemudian diungsikan ke Desa Bedager. Raja Jayanegara wafat tahun 1328 karena
dibunuh oleh salah seorang anggota dharmaoutra yang bernama Tanca. Oleh karena
ia tidak mempunyai putra ia kemudian digantikan oleh adik perempuannya Bhre
Kahuripan yang bergelar Tribuanatunggadewi Jayawishnuwardhani.
Suaminya bernama
Cakradhara yang berkuasa di Singasari dengan gelar Kertawerdhana. Dari kitab
Negarakertagama, digambarkan adanya beberapa pemberontakan di masa pemerintahan
Ratu Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling berbahaya adalah pemberontakan
di Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun pemberontakan itu dapat dipadamkan
oleh Gajah Mada. Setelah itu Gajah Mada bersumpah di hadapan Raja dan para
pembesar kerajaan bahwa ia tidak akan amukti palapa (memakan buah palapa),
sebelum ia dapat menundukan seluruh Nusantara di bawah naungan Majapahit.
Pada tahun 1334,
lahirlah putra mahkota Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam Wuruk. Pada
tahun 1350, Ratu Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah berkuasa 22
tahun. Ia wafat pada tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Wuruk dinobatkan
sebagai raja Majapahit dan bergelar Sri Rajasanagara dan Gajah Mada diangkat
sebagai Patih Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada,
Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit menguasai
wilayah yang sangat luas. Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk pada
Majapahit, namun ada satu kerajaan kecil yang belum berhasil dikuasai kerajaan
Majapahit, yaitu Kerajaan Sunda Galuh. Raja Hayam Wuruk bersama Patih Gajah
Mada berusaha untuk menaklukan kerajaan tersebut.
Namun ketika itu Raja
Hayam Wuruk terlanjur jatuh cinta pada putri dari Kerajaan Sunda Galuh yang
bernama Dyah Pitaloka. Raja Hayam Wuruk bermaksud untuk menikahi Dyah Pitaloka.
Ia mengundang keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh datang ke Kerajaan Majapahit
untuk menikah dengan Dyah Pitaloka. Ketika keluarga besar dari kerajaan Sunda
Galuh tiba di Kerajaan Majapahit, terjadi kesalahpahaman. Patih Gajah Mada
mengira bahwa keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh ingin menyerang Kerajaan
Majapahit, akhirnya Patih Gajah Mada segera mengeluarkan pasukan dan membunuh
semua anggota keluarga Kerajaan Sunda Galuh. Hanya Dyah Pitaloka yang tidak
dibunuh. Melihat seluruh keluarganya tewas, Dyah Pitaloka pun akhirnya
melakukan belapati (bunuh diri) pada dirinya sendiri.
Raja Hayam wuruk yang
mengetahui peristiwa kesalah pahaman tersebut menjadi marah, terlebih ketika
melihat calon istrinya mati karena bunuh diri atas kesalahpahaman patihnya.
Akhirnya, Raja Hayam Wuruk pun sakit, dan meninggal karena sakit hati. Sejak
kematian Raja Hayam Wuruk, maka Kerajaan Majapahit mencapai masa kemunduran,
perlahan-lahan kekuasaan Majapahit pun runtuh. Pada salah satu versi cerita,
dikisahkan Sang Patih, Gajah Mada pergi ke sebuah gunung untuk berdiam diri dan
menjadi pertapa karena merasa bersalah pada rajanya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendapat mengenai proses masuk dan
berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia, yaitu hipotesis Waisya,
Hipotesis Ksatria, Hipotesis Brahmana dan teori Arus Balik. Masuk dan
berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa pengaruh besar di berbagai
bidang. Kerajaan-kerajaan yang
bercorak Hindu-Budha merupakan salah satu bukti adanya pengaruh kebudayaan
Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang
memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain
:
Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sriwijaya, Mataram Kuno, Kerajaan Singhasari, Kerajaan Majapahit. Masuknya kebudayaan India ke Indonesia telah membawa
pengaruh terhadap perkembangan kebudayaaan di Indonesia. Namun kebudayaan asli
Indonesia tidak begitu luntur. Kebudayaan yang datang dari India mengalami
proses penyesuaian dengan kebudayaan, maka terjadilah proses akulturasi
kebudayaan.
B.
Saran
Kebudayaan yang
berkembang di Indoneisa pada tahap awal diyakini berasal dari India. Pengaruh
itu diduga mulai masuk pada awal abad masehi. Apabila kita membandingkan
peninggalan sejarah yang ada di Indonesia akan ditemukan kemiripan itu. Sebelum
kenal dengan kebudayaan India, bangunan yang kita miliki masih sangat
sederhana. Saat itu belum dikenal arsitektur bangunan seperti candi atau
keraton. Tata kota di pusat kerajaan juga dipengaruhi kebudayaan hindu.
Demikian pula dalam hal kebudayaan yang lain seperti peribadatan dan
kesastraan.Kita harus menjaga kelestarian dan
budaya-budaya yang ditinggalkan agama Hindu-Budha.
DAFTAR
PUSTAKA
Nasrudin Muh,
Warsito S.W, Nursa’ban Muh, Mari Belajar
IPS VII, Jakarta : Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional, 2008
Iwan Setiawan
dkk, Wawasan Sosial, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Indonesia, 2008
Rickflefs, M. C. Sejarah Indonesia Modern. Yogyaarta : Gajah Mada university Press, 1998
Armia, “Makalah Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia”, https://armia11ips104.blogspot.com/2012/10/makalah-kerajaan- hindu-budha-di.html, 18-09-2013.
IZIN SEDOT YA SAUDARAKU KU UNTUK REMEDIAL TUGAS THANKS :D
BalasHapussilahkan, Gan
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus#SMK BISA
BalasHapusBISA SUKSES!!
http://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/12/minuman-paling-membosankan-jadi-rahasia.html
BalasHapushttp://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/12/ledakan-kembang-api-malam-natal-lukai.html
http://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/12/aktivis-telanjang-dada-rebut-patung.html
Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At vipkiukiu .net ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami :
- BBM : D8809B07 / 2B8EC0D2a
- WHATSAPP : +62813-2938-6562
- LINE : DOMINO1945.COM
Terima kasih banget ya tro.. tugas sekolah gua jadi cepet selesai.. gurunya killer banget.. kalau salah suruh benerin lagi.. thank's tro.. berkat kiriman elu.. gua dapet nilai 95..
BalasHapustrim's
"Build historical understanding from home! Join our interactive history webinar and enjoy discounts for early registration." let's visit our website here https://sejarahdunia72.blogspot.com/
BalasHapus