BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Panca Yadnya adalah lima macam
yadnya yang dilakukan oleh umat Hindu yang terdiri dari Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa
Yadnya dan Bhuta Yadnya. Dalam pelaksanaan yadnya ini disamping didasari oleh
rasa ketulusan dan keikhlasan juga di dukung oleh tata pelaksanaan yang disebut
upacara serta sarana yang melengkapi pelaksanaan yadnya yang disebut dengan
upakara atau bebanten. Jadi upacara yadnya adalah tata cara atau pelaksanaan
suatu yadnya yang dilakukan oleh umat Hindu. Sedangkan upakara adalah segala
sarana yang dipersembahkan.
Upacara dewa yadnya adalah upacara
pemujaan dan persembahan sebagai wujud bakti kehadapan Hyang Widhi dan segala
manifestasi-Nya, yang diwujudkan dalam bermacam-macam bentuk upakara. Upacara
ini bertujuan untuk pengucapan terima kasih kepada Hyang Widhi atas kasih,
rahmat dan karunia-Nya sehingga kehidupan dapat berjalan damai. Upacara dewa
yadnya umumnya dilaksanakan di sanggah-sanggah, pamerajan, pura, kayangan dan
tempat suci lainnya yang setingkat dengan itu. Upacara dewa yadnya ada yang
dilakukan setiap hari dan ada juga yang dilakukan secara periodik atau berkala.
Contoh dari upacara dewa yadnya yang dilakukan setiap hari adalah puja tri
sandya dan yadnya cesa. Sedangkan upacara dewa yadnya yang dilakukan pada
hari-hari tertentu seperti: Galungan, Kuningan, Saraswati, Ciwaratri, Purnama
dan Tilem, dan piodalan lainnya.
1.2. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam
makalah ini yaitu:
1. Apa
pengertian Dewa Yadnya?
2. Apa
tujuan upacara Dewa Yadnya?
3. Bagaimana
upacara Dewa Yadnya pada hari raya Purnama dan Tilem?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini
yaitu:
1. Untuk
mengetahui pengertian Dewa Yadnya
2. Untuk
mengetahui tujuan upacara Dewa Yadnya
3. Untuk
mengetahui upacara Dewa Yadnya pada hari
raya Purnama dan Tilem
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Dewa Yadnya
Dewa Yadnya adalah persembahan
yang tulus ikhlas kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa beserta segala bentuk
manifestasi-Nya. Dewa berasal dari kata : Div yang artinya sinar atau cahaya
suci. Seperti halnya cahaya yang berasal dari matahari, demikianlah para Dewa
adalah sumber dari sang pencipta yaitu Hyang Widi Wasa. Dewa sebagai
manifestasinya Tuhan memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda seperti misalnya
Dewa Wisnu, Dewa Brahma, Dewa Iswara dan yang lainnya memiliki kekuasaan yang
berbeda, tetapi para Dewa tetap bersumber dari Tuhan. Dengan demikian pemujaan
dan persembahan yang ditujukan kepada para Dewa pada dasarnya adalah ditujukan
kepada Tuhan.
Dari pelaksanaan Dewa Yadnya adalah karena adanya
hutang kepada Sang Hyang Widi Wasa yang telah menciptakan alam semesta beserta
isinya termasuk didalamnya adalah manusia, manusia bisa memanfaatkan isi alam
ini dengan semuanya bersumber dan diciptakan oleh Tuhan. Hutang ini disebut
dengan Dewa Rna. Atas dasar itu umat hindu sewajibnya berbhakti kepada Sang
Hyang Widi dengan melaksanakan persembahan dalam bentuk Dewa Yadnya.
2.2. Tujuan Upacara
Dewa Yadnya
Pelaksanaan Dewa Yadnya memiliki
tujuan antara lain :
1. Untuk
menyatakan rasa terimakasih kepada Tuhan
2. Sebagai
ungkapan rasa bhakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa
3. Sebagai
jalan untuk memohon perlindungan dan waranugraha serta permohonan pengampunan
atas segala dosa.
4. Sebagai
pengejawantahan ajaran Weda.
Jadi Yadnya yang kita persembahkan
adalah sebagai wujud balas budi serta wujud bhakti kehadapan Ida Sang Hyang
Widi atas segala karunia-Nya. Pelaksanaan dari Dewa Yadnya dapat dibedakan
menjadi beberapa kelompok, yaitu :
1. Pemujaan
yang dilakukan setiap hari (Nitya), seperti : Tri Sandya, menghaturkan canang
di setiap palinggih pada pagi atau sore hari, ngejot dan mesaiban.
2. Upacara
yadnya tergolong upacara peringatan hari-hari suci (Naimitika) tertentu seperti
Purnama, Tilem, Tumpek, Anggarkasih, Galungan, Kuningan, Saraswati, Siwaratri
dan sebagainya.
3. Upacara
yang terkait dengan tempat-tempat suci seperti melaspas, Pujawali, Piodalan.
4. Upacara
pada waktu dan hari yang khusus seperti Ngusaba, Ngaci-aci, Melasti.
Pelaksanaan Dewa Yadnya ini
disamping menggunakan sarana upakara, juga menggunakan puja mantra, serta
dilengkapi pula dengan persembahyangan. Sembahyang memiliki pengertian memuja,
menyembah, menghormat kepada Ida Sang Hyang Widhi, para Dewa, atau kepada
sesuatu yang dianggap suci. Sembahyang merupakan perwujudan dari rasa bhakti
umat manusia kehadapan Sang Pencipta. Bhakti adalah penyerahan diri sepenuhnya
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala ketulusikhlasan dan tanpa
adanya ikatan ataupun pamrih. Adapun yang menjadi tujuan umat Hindu melaksanakan
persembahyangan adalah untuk mewujudkan rasa bhakti kepada Tuhan beserta segala
manifestasiNya, memohon wara nugraha serta petunjuk untuk menuju kehidupan yang
lebih baik, sebagai wujud penyerahan diri, penyucian lahir bhatin, serta
tujuan-tujuan lain yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Pelaksanaan
Dewa Yadnya yang pelaksanaannya pada waktu-waktu tertentu (Naimitika Yadnya)
ada yang berdasarkan pawukon, wewaran atau juga berdasarkan sasih.
2.3. Upacara
Dewa Yadnya Pada Hari Raya Purnama dan Tilem
Purnama dan Tilem adalah hari suci
bagi umat Hindu, dirayakan untuk memohon berkah dan karunia dari Hyang Widhi.
Hari Purnama, sesuai dengan namanya, jatuh setiap malam bulan penuh (Sukla
Paksa). Sedangkan hari Tilem dirayakan setiap malam pada waktu bulan mati
(Krsna Paksa). Kedua hari suci ini dirayakan setiap 30 atau 29 hari sekali.
Pada hari Purnama dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Chandra, sedangkan
pada hari Tilem dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Surya. Keduanya
merupakan manifestasi dari Hyang Widhi yang berfungsi sebagai pelebur segala
kekotoran (mala). Pada kedua hari ini hendaknya diadakan upacara
persembahyangan dengan rangkaiannya berupa upakara yadnya.
Pada hari Purnama dan Tilem ini
sebaiknya umat melakukan pembersihan lahir batin. Karena itu, disamping
bersembahyang mengadakan puja bhakti kehadapan Hyang Widhi untuk memohon
anugrah-Nya, umat juga hendaknya melakukan pembersihan badan dengan air. Kondisi bersih secara lahir dan batin ini sangat
penting karena dalam jiwa yang bersih akan muncul pikiran, perkataan dan
perbuatan yang bersih pula. Kebersihan juga sangat penting dalam mewujudkan
kebahagiaan, terutama dalam hubungan dengan pemujaan kepada Hyang Widhi.
Umat Hindu memiliki hari raya yang
didasarkan pada sasih/ bulan yaitu Purnama dan Tilem. Hari suci ini dirayakan
setiap 15 hari sekali dalam setiap bulannya. Jadi dapat disimpulkan dalam 1
tahunnya umat Hindu merayakan 12 kali hari raya Purnama dan 12 kali hari raya
Tilem. Pada hari Purnama umat Hindu memuja Sang Hyang Chandra. Dan pada hari
raya Tilem Umat Hindu memuja Sang Hyang Surya. Kombinasi purnama tilem ini
merupakan penyucian terhadap Sang Hyang Rwa Bhinneda yaitu Sang Hyang Surya dan
Chandra. Pada waktu gerhana bulan beliau dipuja dengan Candrastawa (Somastawa)
dan pada waktu gerhana matahari beliau dipuja dengan Suryacakra Bhuwanasthawa.
Pada hari suci purnama tilem ini
biasanya umat Hindu menghaturkan Daksina dan Canang Sari pada setiap pelinggih
dan pelangkiran yg ada di setiap rumah. Untuk Purnama atau Tilem yang mempunyai
makna khusus biasanya ditambahkan dengan banten sesayut.
Berikut hari Purnama Tilem yang mempunyai makna
khusus bagi Umat Hindu :
1. Sasih Kapat (Purnama Kapat)
Pada hari Purnama Kapat ini
merupakan beryoganya Sang Hyang Purusa Sangkara yang diiringi oleh para Dewa,
Rsigana, Dewa Pitara atau leluhur semuanya. Hari ini umat Hindu melakukan
pemujaan kepadaNya, khusus untuk para pandhita wajib melakukan yoga dengan
Suryasewana dan Candrasewana. Dalam melakukan pemujaan kepada Sang Hyang Candra
patut mempersembahkan penek jenar, prayascita luwih, pareresikan, daging ayam,
dan menghaturkan pula segehan agung. Untuk para widyadara dan widyadari di
haturkan sesayut widyadari di tempat tidur dan untuk para leluhur juga
menghaturkan suci lengkap. Untuk para bhuta dipersembahkan segehan agung 1
soroh. Semua itu dilakukan sebagai wujud bhakti untuk memohon kedirgayusan dan
kesucian.
Pada saat Tilem sasih Kapat, umat Hindu hendaknya
melakukan penyucian diri dan memusnahkan kecemaran diri, yang disebut Pamugpug
raga roga, dengan mengahaturkan canang wangi, di sanggah, menghaturkan satu
soroh sesayut widyadari di atas tempat tidur guna memuja Sang Hyang Widyadara
Widyadari, untuk memohon ketenangan pikiran dalam melakukan tugas sehari-hari.
Pada tengah malam hendaknya melakukan monabrata, memuja Sang Hyang Widhi.
2. Sasih Kapitu
Sehari sebelum Tilem sasih kapitu
disebut Hari Raya Siwaratri. Pada malam harinya umat Hindu melakukan brata
siwaratri yang terdiri dari Mona Brata yang artinya tidak berbicara, Upawasa yang
artinya tidak makan dan minum, dan Jagra yang artinya tidak tidur dari pagi
sampai pagi kembali. Pada malam ini Bhatara Siwa melakukan Yoga Samadhi, yang
hendaknya umat Hindu mengikuti pula dengan melakukan penyucian diri melalui
palukatan atau prayascita. Keesokan harinya yaitu pada Tilem Kapitu umat Hindu
melakukan pabersihan diri kembali serta melakukan pemujaan di sanggah atau
parahyangan masing-masing.
3. Sasih Kasanga
Pada sasih kesanga tepatnya pada
Tilem sasih kesanga merupakan hari penyucian para Dewa dan waktu untuk
melakukan Butha Yadnya. Pada tilem kasanga hendaknya melakukan pecaruan di
perempatan desa pakraman serta menghaturkan segehan di depan rumah. Esok
harinya umat Hindu melakukan Catur Brata Penyepian yang bertepatan dengan Hari
Raya Nyepi atau tahun baru Caka.
4. Sasih Kadasa
Pada saat Purnama Kadasa merupakan
pujawali kehadapan Sang Hyang Surya Amrta disetiap parahyangan dengan
menghaturkan suci, daksina, ajuman, ajengan, wewangian, dan pareresikan. Pada
hari ini umat hendaknya melakukan penyucian diri dengan prayascita.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan
makalah ini adalah Dewa Yadnya adalah persembahan yang tulus ikhlas kepada Ida
Sang Hyang Widi Wasa beserta segala bentuk manifestasi-Nya. Dewa berasal dari
kata : Div yang artinya sinar atau cahaya suci. Pelaksanaan Dewa Yadnya
memiliki tujuan antara lain untuk menyatakan rasa terimakasih kepada Tuhan,
sebagai ungkapan rasa bhakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa, sebagai jalan untuk
memohon perlindungan dan waranugraha serta permohonan pengampunan atas segala
dosa, sebagai pengejawantahan ajaran Weda.
Jadi Yadnya yang kita persembahkan
adalah sebagai wujud balas budi serta wujud bhakti kehadapan Ida Sang Hyang
Widi atas segala karunia-Nya. Pelaksanaan dari Dewa Yadnya dapat dibedakan
menjadi beberapa kelompok, yaitu : Pemujaan yang dilakukan setiap hari (Nitya),
seperti : Tri Sandya, menghaturkan canang di setiap palinggih pada pagi atau
sore hari, ngejot dan mesaiban, Upacara yadnya tergolong upacara peringatan
hari-hari suci (Naimitika) tertentu seperti Purnama, Tilem, Tumpek,
Anggarkasih, Galungan, Kuningan, Saraswati, Siwaratri dan sebagainya
berdasarkan Pawukon, atau pertemuan Saptawara dan Pancawara serta Upacara yang
terkait dengan tempat-tempat suci seperti melaspas, Pujawali, Piodalan, Upacara
pada waktu dan hari yang khusus seperti Ngusaba, Ngaci-aci, Melasti.
3.2. Saran
Adapun saran yang ingin
disampaikan dalam makalah ini, agar para pembaca dapat memberikan kontribusinya
berupa kritikan dan saran yang membangun. Selain itu di harapkan kedepannya
kita selaku umat Hindu mampu melaksanakan upacara Dewa Yadnya tersebut secara
teratur seperti apa yang telah di bahas dalam makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Mas Mt Putra, Ny. I G. A. 1998. Panca Yadnya.
Surabaya : Paramita
Pemprop Bali. 2003. Panca Yadnya.
Sanjaya, Putu. 2010. Acara Agama Hindu. Surabaya :
Paramita
https://www.hindubatam.com/upacara/dewa-yadnya/hari-purnama-dan-tilem.html
ATAU LANGSUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar